Kamis, 03 Desember 2009

monoton monolog


saya hempaskan tubuh yang ringan ini diatas kasur 170 cm x 90 cm dengan ketebalan yang semakin menipis. saya tarik selimut sampai ditengah-tengah tubuh. saya terpejam, tapi tunggu! saya belum memasang alarm, saya takut siang. kesiangan berarti kesialan buat saya. saya pasang alarm empat kali pada ponsel yang tergeletak diatas kaleng biskuit. saya terpejam. selalu begitu.


ah, terlalu singkat! seperti hidup. saya akan berjalan mundur, dengan begitu saya akan memulainya dari pagi hari. pagi selalu membuat saya bergairah. ada pagi ber-arti ada kopi, ada koran, ada semangat. baru pada alarm keempat saya tersedak bangun. pukul enam, waktu yang pas untuk mandi. handuk yang menyelempang dibahu kiri saya serta seperangkat alat mandi ditangan kanan saya sambil menyisir anak tangga dengan kaki-kaki saya. saya pergi mandi. air keran turun deras seperi air seni saya, suaranya mampu membekam kebisingan diluar sana. suaranya selalu begitu.



saya sudah siap untuk berangkat. keberangkatan yang otomatis. menutup pintu kamar, menutup pintu koridor dan mengunci gerbang kost adalah keharusan karena jelas tertulis "MAAF, KELUAR MASUK PINTU HARAP DIKUNCI". saya selalu membacanya setiap kali keluar. perintahnya selalu begitu.


didalam bus yang masih sama seperti kemarin dengan tujuan yang sama. saya duduk dibagian belakang. tukang koran pagi langanan menghampiri sembari menyerahkan koran yang selalu jadi pilihan saya. saya tersenyum. inilah senyum ketiga saya dipagi ini. senyum pertama saya untuk subuh. senyum kedua saya untuk seseorang yang mengucapkan selamat pagi melalui pesan pendek. senyum saya selalu begitu.


bus masih melaju dijalurnya. inilah yang ada didalam bus, sopir terpaku dengan jaga jarak. kondektur tertatih-tatih menariki ongkos. penumpang yang semuanya diam. mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. saya juga seperti mereka. sebagian penumpang tertidur dipagi ini. padahal tidur pagi membuat kita jadi dungu! yang lain melamun. lainnya lagi membaca koran, mendengarkan musik secara egois dan membalas pesan pendek. suasananya selalu begitu.


saya masih mengenang perempuan itu. perempuan yang meninggalkan luka. itulah lamunan saya disetiap pagi didalam bus ini. ada dendam yang sia-sia sebenarnya. dan saya tidak ingin kembali. lamunan saya kemudian berpindah kelain cerita. tentang perempuan lain yang rasanya ingin menjadi lelakinya. saya percaya cinta adalah proses. butuh waktu yang panjang untuk bisa dekat dengannya dan penjelasan yang masuk akal untuk mencintainya. itulah proses. tapi saya harus menelan pil pahit. dia telah memilih orang lain yang lebih cepat dari saya. saat ini jika saya melihatnya adalah kenikmatan bagi penglihatan dan kesengsaraasn bagi rasa yang terpendam. lalu lamunan berpindah ke lain cerita. terkadang saya melamun menjadi sopir bus ini. menjadi kondektur yang berkeringat karena sesaknya penumpang. terkadang saya juga melamun menjadi orang disebelah saya. sebuah lamunan yang panjang untuk sebuah perjalanan yang singkat. perjalanan yang selalu begitu.


tiba di tempat kerja sesuai dengan waktu yang saya harapkan. tidak terlambat adalah keharusan. secangkir kopi menjadi sahabat terbaik setelah sarapan pagi. kopi adalah gairah untuk tetap hidup setelah koran pagi.

tick. tick.. tick...
saya mulai bekerja

tick,

tick,,

tick...
detak detik berbunyi selalu begitu.


kembali dalam perjalanan pulang setelah bekerja. sama seperti perjalanan berangkat bekerja. perjalanan yang selalu begitu.


dan waktu terus berlalu, tick... tick... tick... semuanya begitu. tanpa disadari. selalu.


jkt, nov 2009

(sebuah ceritapendek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar