Sabtu, 21 November 2009
Lelaki Tua di Bangku Taman
Ditaman ini.
adalah kunjungan pertamaku sejak aku sudah bercerai dari cintanya lebih dari setahun yang lalu.
Ditaman ini.
Yang masih seperti dulu, angin yang ramah, lampu-lampu berwarna jingga, bangku yang telah berkarat, rumput-rumput yang telah jinak di injak-injak, pedagang kopi keliling dan sebuah monumen yang kokoh berdiri.
Masih seperti yang dulu.
Ditaman ini.
Disore ini.
Ada yang lain yang tak seperti dulu. Bukan tentang keadaan taman, tapi keadaanku. Aku masih ingat dimana bangku yang sering kami duduki. Aku masih ingat bagaimana caranya memandangku. Aku masih ingat bagaimana ia mengatakan betapa mencitaiku.
Inilah kenangan yang tak pernah basi.
Ditaman ini.
Disore ini.
Dibangku itu.
Ada yang lain yang tak seperti dulu. Bangku dimana aku sering duduk bersamanya. Kini telah diduduki oleh lelaki tua. Lelaki tua yang tak kukenal, dan aku hanya bisa melihatnya dari belakang.
Siapa dia?
Dimana anak-anaknya? diman istrinya? dimana sanak keluarganya? dimana? apa dia sedang mengenang perempuanya? apakah dia ingin rehat dari buntunya hidup? atau sekedar menikmati senja?
Tiba-tiba kenangan yang dulu menjadi basi. Tak sedikitpun aku ingin mengenangnya. Bahkan sekedar mengenangnya. Aku masih tertuju pada lelaki tua ini. Lelaki tua yang sendiri.
Sendiri sepertiku.
Dia sepertiku.
Aku seperti dia.
Sendiri.
Sendiri, menjadi tua, kesepian dan tanpa apa-apa adalah takdir yang akan ditunggu setiap orang.
Ditaman ini.
Dibelakang lelaki tua.
Sendiri, ditengah orang-orang yang berjalan sambil perpelukan. Ditengah-tengah orang-orang yang sedang bersekutu. Berdiam, dipadatnya aktifitas orang-orang diluar sana, hanya angin dan kebisuan yang menjadi teman kami. Kami menjadi bisu ditengah teriakan.
Ditaman ini.
aku telah menjadi tua.
sendiri.
Nov 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar